Merawat Ingatan Lewat Buku “Cinta, Kegigihan dan Patriotisme”

Senin, 12 Februari 2024 | 13:10

Oleh: Yayat R Cipasang, Wartawan

PEPATAH Latin mengatakan, Verba volant, sricpta manent. Kira-kira artinya setiap ocehan atau teriakan akan berlalu bersama angin sedangkan tulisan akan abadi.

Buku salah satunya wujud dari cara merawat ingatan dan ikhtiar menolak lupa. Tulisan dan buku juga bisa jauh melampaui usia seseorang dan generasinya.

Memperingati 40 hari meninggalnya ekonom senior yang juga tokoh pergerakan Rizal Ramli, belum lama ini, juga sekaligus menjadi ajang peluncuran biografi mantan Menteri Kemaritiman itu. Salah satu orang terdekatnya yang juga wartawan senior Arief Gunawan berikhtiar untuk mendokumentasikan seluruh ingatan dan referensinya dalam sebuah buku bertajuk “Rizal Ramli: Cinta, Kegigihan dan Patriotisme”.

Biografi atau kisah Rizal Ramli tidak mungkin dapat ditulis dalam satu perspektif atau oleh satu orang. Atribusinya yang sangat lengkap serta jaringan internasionalnya yang sangat luas, Rizal Ramli tidak bisa ditulis dalam satu versi.

Beragamnya orang yang melayat dan yang mengantarkan jenazahnya hingga liang lahat, menjadi bukti Rizal Ramli tidak hanya sebagai ekonom, tokoh pergerakan, kritikus, tetapi juga seorang oposan.

Mantan wapres ke-10 dan 12, Jusuf Kalla, serta Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang selama ini kerap menjadi sasaran kritik Rizal Ramli, sangat menghormatinya dan melayat ke rumah pendiri Econit Advisory ini.

Rizal Ramli yang Humanis

Cerita tentang Rizal Ramli mulai dari masa kecil, jadi aktivis, dipenjara Orde Baru, kontroversi dan kisah suksesnya sudah banyak ditulis dan diceritakan termasuk dalam buku ini.

Tetapi bagi saya Rizal Ramli adalah sahabat pers dan jurnalis. Rizal Ramli yang alumnus Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) dan doktor dari Boston University sangat dekat dengan wartawan. Rizal Ramli tidak membeda-bedakan asal wartawan. Tidak ada wartawan senior atau junior. Tidak ada istilah media arus utama atau media kecil. Semua diterimanya dan disapanya.

Saya sangat tertarik dengan kedekatannya dan perhatiannya kepada jurnalis, seniman dan budayawan. Kediamannya di Bangka IX Jakarta Selatan pun, lebih menyerupai galeri seni dibandingkan sebagai rumah seorang ekonom. Rumahnya lebih didominasi lukisan dan juga patung kepala ikonik tokoh favoritnya Albert Enstein.

Satu-satunya penanda rumah itu sebagai kediaman seorang ekonom adalah dua lemari buku di ruang utama. Itu pun tidak hanya soal ekonomi tetapi juga kebudayaan. Rizal Ramli juga dikenal sebagai sahabat dramawan WS Rendra.

Dalam buku setebal 455 halaman ini juga diceritakan, Rizal Ramli disebutkan berkawan erat dengan Rendra sejak menjadi aktivis mahasiswa di ITB. Bagi Rizal Ramli, WS Rendra adalah kawan seiring dalam memperjuangkan demokrasi.

Salah satu puisi Rendra bertuliskan tangan yang dibacakan saat unjuk rasa di ITB mendukung Gerakan Anti Kebodohan pada tahun 1977 bertajuk “Sebatang Lisong” dapat diselamatkan Rizal Ramli. Puisi berkertas lusuh itu masih tersimpan dalam bingkai di salah satu pojok dinding kediaman Rizal Ramli.

Sajak Sebatang Lisong

Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka

Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.

Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.

Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.
…………………

Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.

Dan di langit;
para tekhnokrat berkata:

bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.

Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.
………………

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.

Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.

Sajak ini sangat aktual dan kompatibel dengan masa kiwari. Ketika kebodohan, kedunguan dan kemiskinan masih mendominasi. Atau mungkin justru kini lebih barah dibandingkan ketika zaman unjuk rasa Anti Kebodohan yang digelorakan Rizal Ramli dan teman-temannya yang memaksa Orde Baru mengesahkan Program Wajib Belajar 6 Tahun. (Hal. 58).

Justru kini, penguasa malah bukan memelihara pakir miskin tetapi justru melanggengkan kebodohan dan kemiskinan demi elektabilitas.

Ah, sayangnya nggak ada lagi Rizal Ramli yang bisa mengeluarkan jurus kepretnya ketika penguasa saat ini mengabaikan dan melanggar etik.

Terbitnya buku ini sangat tepat menjelang Pilpres dan Pileg 2024. Buku bisa menjadi rujukan bagi calon penguasa atau calon anggota legislatif agar dalam setiap kebijakannya peduli dengan rakyat kecil.

Artikel Lainnya

Membuka Cerita Soewardjo Tirtosoepono

Minggu, 17 Maret 2024 | 05:15

Oleh: Linda Djalil, Wartawan Senior BUKU yang luar biasa. Seorang pejuang kemerdekaan yang bertumpuk pengalamannya, termasuk menjadi guru dari pemuda Sudirman yang akhirnya bernama Jenderal Sud ...


Rekam Jejak Capres Anies Baswedan di Mata Internasional

Jumat, 26 Januari 2024 | 00:15

Oleh: Samsul Muarif, Jurnalis Senior AGAK berbeda dari pemilu tahun-tahun sebelumnya, pemilu 2024 kali ini ditandai dengan terbitnya sebuah buku yang membahas salah satu pasangan calon presiden ...


Teguh yang Teduh: Book Launch 2 Buku Karya Teguh Santosa

Senin, 31 Juli 2023 | 18:55

Khalid Zabidi, Ketua Bidang Kerjasama JMSI Pusat AH malam yang sangat istimewa, Minggu, 30 Juli 2023. Bagaimana tidak. Saya duduk diantara kawan lama, kawan baru, kawan berbakat dan kawan dari ...


"The best books... are those that tell you what you know already."

- George Orwell