Setiap Terjadi Gejolak, Wartawan Bergolak

Rabu, 31 Oktober 2018 | 06:05

Dahlan Iskan, Ketua Umum SPS

SETIAP terjadi gejolak, wartawan bergolak. Dalam hatinya. Ingin terjun ke pergolakan itu. Melaporkan dari tangan pertama. Apa yang terjadi di sana.

Itulah yang dialami Teguh Santosa. Wartawan Rakyat Merdeka. Yang masih muda. Yang darah wartawannya terus bergolak.

Tahun 2001 Teguh nekat ingin ke Afghanistan. Meliput perang di sana. Tapi lewat mana? Lewat Pakistan? Lalu ke Peshawar? Masuk perbatasan?

Di situlah gejolak paling brutal. Mungkin sulit juga lewat Pakistan. Saya baca novel-novel tentang Afghanistan. Termasuk kisah penyelundupan manusia di perbatasan Peshawar itu. Menegangkan. Mengharukan.

Teguh memutuskan tetap berangkat. Ia cerdik. Pilih lewat Uzbekistan. Dari Jakarta mendarat di Tashkent. Lalu sampailah Teguh di perbatasan. Terhalang sungai. Yang ditutup ketat. Selama perang.

Tapi Teguh tidak menyerah. Dari perbatasan itu ia lebih mudah meliput Afghanistan. Terlalu banyak pengungsi. Atau siapa saja. Budaya mereka sama. Bahasa mereka sama. Yang di sini sungai. Yang di sana sungai.

Dari perbatasan ini Teguh bisa lebih dekat dengan Afghanistan yang sebenarnya. Dari perbatasan ini Teguh meneropong apa yang ada di dalam perang. Lalu menulis untuk medianya. Setiap hari.

Buku ini monumen karier Teguh sebagai wartawan. Buku adalah karya jurnalistik, adalah warisan terbaik seorang wartawan. Bagi dunianya, bagi yuniornya dan bagi anak cucunya.

Saya mengenal Teguh lewat karyanya. Terutama karena kinerja dan kiprahnya. Dalam mengembangkan online version dari koran Rakyat Merdeka. Begitu sangat menonjol prestasinya. Ia berhasil menghadirkan karakter redaksi koran Rakyat Merdeka yang khas politik dalam versi digital.

Saat ini, di bawah platform RMOL, Bung Teguh berhasil mengukuhkan eksistensi Rakyat Merdeka. Di tengah pertumbuhan penuh persaingan industri portal media. Di bawah sentuhan Bung Teguh, portal news Rakyat Merdeka berhasil menjadi produk jurnalistik dengan segmen politik yang punya diferensiasi tegas dengan portal yang dikelola blogger, atau tim cyber para aktivis politik. Beberapa liputan RMOL sering membuat berisik dunia netizen.

Saat ini, RMOL selain telah menjadi salah satu bank berita politik terbesar di level nasional di bawah jaringan Rakyat Merdeka Poltical News Netwrork, juga sudah menjadi jejaring portal media yang eksis di wilayah tingkat satu: propinsi.

Bung Teguh tengah gencar mengembangkan RMOLJabar, RMOLBanten, RMOLSumsel dan daerah-daerah lainnya. Bersama mitra strategis, RMOL daerah ini akan dikembangkan secara nasional di seluruh Indonesia dengan kupasan berita-berita politik tingkat lokal.

Saya begitu bangga melihat kiprah RMOL.

Saya dengar saat ini juga Teguh sedang men-develop platform media RMTV. Untuk  memperluas news coverage dan sisi bisnisnya.

Selain kiprah internal, Bung Teguh juga aktif di Persatuan Wartawan Pusat (PWI) pusat. Sebagai Ketua Bidang Luar Negeri. Baru-baru ini ia terpilih sebagai Wakil Presiden Confederation of ASEAN Journalist (CAJ) –organisasi Konfederasi Wartawan ASEAN di Bangkok, Thailand.

Untuk mengukuhkan industri portal media, wartawan asal Medan ini –bersama beberapa perusahan online media lainnya– menginisasi pendirian organisasi Serikat Perusahaan Media Online dengan nama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI). Misi utama SMSI ialah untuk menjaga mutu konten jurnalistik dan kesehatan industri portal media yang saat ini menjamur di mana-mana.

Perjalanan karier jurnalistik Bung Teguh cukup unik. Lihatlah jejaring liputannya ke sebuah negeri di luar mainstream: Korea Utara. Bung Teguh seringkali berkunjung ke negeri kelahiran Kim Jong Un itu. Untuk tugas jurnalistik dan riset.

Tulisan-tulisannya tentang Korea Utara banyak sekali. Jaringan pengajar di Fisipol UIN Jakarta ini ke petinggi Korut juga cukup kuat. Karena network dan pengetahuan tentang Korut-nya di atas rata-rata ia sering di minta jadi narasumber di berbagai televisi.

Maka dengan terbitnya buku ini sosok Teguh akan lebih bisa dilihat.

Dari bukunya ini saya melihat kegigihannya.

Pengantar untuk buku “Di Tepi Amu Darya”, karya Teguh Santosa, diterbitkan Booknesia, Oktober 2018

Artikel Lainnya

Membuka Cerita Soewardjo Tirtosoepono

Minggu, 17 Maret 2024 | 05:15

Oleh: Linda Djalil, Wartawan Senior BUKU yang luar biasa. Seorang pejuang kemerdekaan yang bertumpuk pengalamannya, termasuk menjadi guru dari pemuda Sudirman yang akhirnya bernama Jenderal Sud ...


Merawat Ingatan Lewat Buku “Cinta, Kegigihan dan Patriotisme”

Senin, 12 Februari 2024 | 13:10

Oleh: Yayat R Cipasang, Wartawan PEPATAH Latin mengatakan, Verba volant, sricpta manent. Kira-kira artinya setiap ocehan atau teriakan akan berlalu bersama angin sedangkan tulisan akan abadi. ...


Rekam Jejak Capres Anies Baswedan di Mata Internasional

Jumat, 26 Januari 2024 | 00:15

Oleh: Samsul Muarif, Jurnalis Senior AGAK berbeda dari pemilu tahun-tahun sebelumnya, pemilu 2024 kali ini ditandai dengan terbitnya sebuah buku yang membahas salah satu pasangan calon presiden ...


"I think books are like people, in the sense that they’ll turn up in your life when you most need them."

- Emma Thompson