Reunifikasi Korea: Game Theory
Pembicaraan mengenai hubungan Korea Utara dan Korea Selatan di arena internasional hampir selalu dikaitkan dengan dua kata kunci ini, reunifikasi dan denuklirisasi. Sebelum terpisah menjadi Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) dan Republik Korea (Korea Selatan), kedua Korea merupakan satu entitas politik berbentuk kerajaan di bawah Dinasti Joseon yang berkuasa di seluruh Semenanjung Korea dari 1392 sampai 1910.
Kolonialisasi Kekaisaran Jepang di akhir abad ke-19 sampai paruh pertama abad ke-20 menginisiasi pembentukan identitas kedua Korea yang baru. Sementara akhir dari Perang Dunia Kedua mematangkan perpecahan itu.
Setelah Perang Korea yang berlangsung dari 1950 berakhir di 1953 kehadiran kedua Korea di arena internasional diterima sebagai sebuah keniscayaan yang tidak dapat diabaikan. Walau terbelah dan dipandang sebagai dua aktor yang berbeda di arena internasional, pembicaraan ke arah perdamaian dan penyatuan kembali kedua Korea terus diupayakan.
Di sepanjang Perang Dingin Semenanjung Korea menjadi tempat yang paling menegangkan di mana dua hegemon besar pada masa itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet, berdiri berhadap-hadapan tanpa pengahalang apapun. Perang terbuka di kawasan itu dengan pengerahan persenjataan besar, termasuk senjata nuklir, menjadi salah satu skenario yang kerap dibicarakan. Hal ini yang membuat kata kunci kedua bagi Korea, denuklirisasi, juga dapat dimengerti.[]